Tuesday, July 10, 2007

Poligami Lengkapi Derita TKW

Ali Mursyid

“Waktu kita ning Arab, anak-anak karo lakine kita ning umah. Yah adate ga wong lanang laka kitane, yah wajar bae baka sekali-kali luru wadon. Malah srog-srog bae tek kongkon. Asal pas kitane balik, karo kita”, kata Rf, mantan TKW asal Marga Mulya, Bongas, Indramayu. Tentu saja dalam kondisi normal, tidak ada istri yang rela bila suaminya pergi ke tempat ‘jajan’. Karena kondisi ekonomi yang mendesak, Rf rela menahan sakit dan derita meninggalkan anak dan suami, meski dengan kekhawatiran suaminya pergi ke PSK (Pekerja Seks Komersil). Ini semua ia lakukan demi perbaikan ekonomi keluarganya, karena itu ia tetap berharap, bahwa sepulangnya ke tanah air segalanya menjadi lebih baik.

Tetapi siapa dapat memastikan segalanya berjalan baik-baik saja. Siapa dapat memastikan hati yang sepih, kasih yang terbagi, dapat kembali seperti semula. Tidak ada jaminan sama sekali. Mungkin Rf masih beruntung karena suaminya masih kembali ke pangkuan sewaktu ia pulang. Tetapi tidak sedikit TKW yang kecewa berat, ketika pulang ke kampung halaman, suaminya sudah pindah ke pelukan orang. Bagaimana tidak lara ati, kucuran keringatnya, kesepiannya, derita yang ditahannya selama dua tahun demi membantu laki dan anak-anak terkasih, dibalas dengan semena-mena oleh laki pujaane ati.

“Maling-malingane lanang, seenake dewek bae. Kita kirim duit tiap bulan, bli ditabung malah dianggo kawin maning. Kita balik, deweke njaluk maaf terpaksa kudu wayuan. Karena lara ati kita mangkat dadi TKW maning. Rabi kelorone ga mangkat dadi TKW. Eh tetep bae, wong lanang luru rabi anyar maning” Keluh Saeni, bukan nama aslinya, TKW asal Cirebon yang dipoligami suaminya.

Rf dan Sn adalah sekedar contoh perempuan-perempuan pahlawan keluarga dan pahlawan devisa. Yang jasanya dibalas air tuba, karena suaminya selingkuh atau kawin lagi. Kenapa semua ini terjadi? Mengapa ini terus berlangsung? Siapa yang salah? Apakah sudah demikian adanya?

Pemerintah Abai, Perempuan Tergadai

Rakyat, khususnya masyarakat lapisan bawah, sekarang ini banyak yang mengalami kemiskinan, bahkan kemiskinan akut. Di mana lapangan kerja adalah barang langka, dunia usaha-khususnya dalam sekala kecil dan menengah- juga mengalami persoalan yang tidak mudah dipecahkan. Akses ke sumber-sumber strategis hanya dimiliki segelintir orang dan satu dua pihak saja. Sementara rakyat kebanyakan hidup dalam kondisi pas-pasan. Tentu untuk tidak menyatakannya tidak berdaya sama sekali. Dalam menghadapi ini negara malah terlihat pesimis. Ini disampaikan oleh Menteri Nakertrans Erman Suparno beberapa waktu lalu,” Angka pengangguran 10,9 juta tahun ini tidak dapat diturunkan. Target pemerintah untuk menurunkan angka pengangguran sebesar 5,1 persen hingga tahun 2009 tak akan terpenuhi, karena lapangan kerjanya terbatas, bahkan tidak ada. Belum lagi tambahan tenaga kerja terdidik hingga 1,5-2 juta.” Angka pengangguran yang tinggi tersebut mencapai 14 % dari angka penggangguran dunia yang mencapai 74 juta jiwa.

Itu semua menunjukkan bahwa sesungguhnya pemerintah gagal menjalankan fungsinya dalam menyediakan kehidupan dan pekerjaan yang layak. Sehingga rakyat negeri ini berbondong-bondong menyerbu sumber-sumber ekonomi di luar negeri. Rakyat tahu betul kondisi perekonomian negeri ini. Mereka terpaksa kerja ke luar negeri agar tidak terlalu membebani negara. Sejatinya, mereka adalah pahlawan negara.

Dengan banyaknya rakyat yang menjadi TKI, pemerintah mendapatkan untung. Tetapi TKI sendiri banyak yang buntung. Menjadi TKI rentan terancam bahaya, mulai rentan ditipu saat perekrutan, diperlakukan tidak manusiawi di penampungan, ketidakjelasan pada saat penempatan di tempat kerja, sampai pun sudah pulang di tanah air. Sepulangnya TKI di tanah air, selain mereka masih rentan menjadi korban pungli, juga terkadang mereka juga rentan jadi korban perilaku tidak manusiawi dari keluarga, kerabat dan bahkan orang-orang tercintanya. Inilah yang dialami Saeni, TKW yang dipoligami suaminya.

Sebagai penerima hasil devisa yang dikirim TKI, pemerintah mestinya membikin sistem save migration (jadi TKI aman), yang bukan hanya melindungi TKI sewaktu di luar negeri tetapi juga mulai memperhatikan nasib TKI dan keluarganya sepulangnya di tanah air.

Islam Tidak Menganjurkan Poligami

Islam, sekilas memberi peluang lebar bagi umatnya yang laki-laki dalam melakukan poligami, bahkan sebagian menyatakan bahwa ‘poligami itu sunnah’, toh itu juga yang dilakukan Nabi Muhammad saw. Inilah mungkin menjadi salah satu sebab kenapa perempuan, lebih-lebih TKW rentan dipoligami. Tetapi benarkah poligami sunnah?

Dalil bahwa poligami sunnah biasanya bersandar pada QS An-Nisa, 4:2-3. Satu-satunya ayat yang berbicara tentang poligami ini sejatinya tidak sedang menganjurkan poligami, apalagi menghargainya. Tetapi ayat ini sekedar meletakkan poligami untuk tujuan perlindungan terhadap yatim piatu dan janda korban perang. Ayat ini juga memberi syarat yang ketat dalam berpoligami, yaitu mesti adil. Berlaku adil ini adalah keharusan, mesti sulit untuk dilakukan (QS, An-Nisa: 129)

Dalam fiqh, sunnah berarti tindakan yang baik dan mendapat pahala bila dilakukan, karena ia mengacu kepada perilaku Nabi. Namun, poligami yang dinisbatkan kepada Nabi, ini jelas cara berfikir yang serampangan. Alasannya, jika memang dianggap sunah, mengapa Nabi tidak melakukannya sejak pertama kali berumah tangga? Nyatanya, sepanjang hayat, Nabi lebih lama bermonogami daripada berpoligami. Bayangkan, Nabi SAW berkeluarga dengan bersama istri tunggalnya, Khadijah binti Khuwalid RA, berlangsung selama 28 tahun. Baru kemudian, dua tahun sepeninggal Khadijah, Nabi berpoligami. Itu pun dijalani hanya sekitar delapan tahun dari sisa hidup beliau. Dari hitungan ini, sebenarnya tidak beralasan pernyataan "poligami itu sunah".

Bahkan Nabi SAW marah pada praktek poligami. Beliau marah besar ketika mendengar putrinya, Fathimah akan dipoligami Ali bin Abi Thalib. Ketika mendengar rencana itu, Nabi langsung masuk ke masjid dan naik mimbar, lalu berseru: "Beberapa keluarga Bani Hasyim bin al-Mughirah meminta izin kepadaku untuk mengawinkan putri mereka dengan Ali bin Abi Thalib. Ketahuilah, aku tidak akan mengizinkan, sekali lagi tidak akan mengizinkan. Sungguh tidak aku izinkan, kecuali Ali bin Abi Thalib menceraikan putriku, kupersilakan mengawini putri mereka. Ketahuilah, putriku itu bagian dariku; apa yang mengganggu perasaannya adalah menggangguku juga, apa yang menyakiti hatinya adalah menyakiti hatiku juga." (Jâmi’ al-Ushûl, juz XII, 162, nomor hadis: 9026).

Sebagaimana Nabi yang tidak rela putrinya dimadu, hampir setiap orangtua tidak akan rela jika putrinya dimadu. Seperti dikatakan Nabi, poligami akan menyakiti hati perempuan, dan juga menyakiti hati orangtuanya. Jika pernyataan Nabi ini dijadikan dasar, maka bisa dipastikan yang sunnah justru adalah tidak mempraktikkan poligami karena itu yang tidak dikehendaki Nabi. Dan, Ali bin Abi Thalib RA sendiri tetap bermonogami sampai Fathimah RA wafat.

Jadi sangat tidak beralasan bila ada suami, khususnya suami TKW melakukan poligami dengan dalih agama, baik karena alasan sunnah atau pun yang lainnya. Sudahlah, jangan sakiti permpuan, khususnya TKW dengan berpoligami. Wallahu a’lam bi al-shawab

1 comment:

Slamet Kaligawe said...

tentang Poligami, saya sependapat dengan bapak....Sangat sedikit umat Islam yang berpandangan seperti ini. Lalu masalah TKW, apakah dibenarkan menurut Syariat Islam? Ini perlu kajian lebih dalam para alim ulama. Ini masalah yang sangat kritis...Jangan karena demi uang, lalu syariat pun terlanggar. Masih bisa kok hidup dinegeri sendiri dan berkumpul bersama keluarga; asal suami tidak malas...Istri juga mengendalikan keinginan dan angan-angannya...
Wallahua'lam bisawwab.