Sunday, March 29, 2009

Menag: Titik Krusial Dalam Teks Al Quran Pada Penafsiran

Cisarua, 23/3 (Pinmas)--Menteri Agama Muhammad Maftuh Basyuni mengatakan, titik krusial dalam teks keagamaan adalah pada penafsirannya, terutama yang terkait dengan pola hubungan antara lafal dan makna.

"Tidak jarang kita temukan pemahaman keagamaan yang begitu ketat dan literal, bahkan terkadang terasa menyulitkan, namun tidak sedikit juga kita temukan pemahaman yang begitu longgar bahkan liberal," kata Maftuh di hadapan Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) Ulama Al Quran di Cisarua, Bogor, Senin malam.

Oleh karena itu, lanjut dia, tugas berat para ulama adalah mengawal pemahaman teks-teks keagamaan tersebut agar tetap benar dan baik, terhindar dari segala bentuk penyelewengan.

"Terlalu berpegang pada lahir teks dan mengesampingkan maslahat atau maksud di balik teks berakibat pada kesan syariat Islam tidak sejalan dengan perkembangan zaman dan jumud (kaku) dalam menyikapi persoalan," Maftuh menegaskan.

Sebaliknya, terlampau jauh menyelami makna batin akan berakibat pada upaya menggugurkan berbagai ketentuan syariat. Keduanya merupakan kesalahan dan penyelewengan yang tidak dapat ditolerir, katanya.

Di tengah masyarakat global yang plural seperti saat ini, menurut Menag, diperlukan sebuah metode yang menengahi keduanya; tetap mempertimbangkan perkembangan zaman dan maslahat manusia tanpa menggugurkan makna lahir teks.

Prinsipnya adalah, "menjaga kemurnian ajaran dengan tidak menutup diri bagi setiap perkembangan, dan senantiasa mengikuti perkembangan tanpa harus melebur di dalamnya", tegasnya.

Menag menyatakan menyambut segala usaha untuk mengembangkan wacana keagamaan yang moderat, toleran, damai dan mencerahkan. Wajah kusam Islam dan umat Islam saat ini, selain karena propaganda kelompok tertentu, juga disebabkan oleh sikap, prilaku dan pemikiran sebagian komunitas Muslim yang tidak memahami ajaran agama secara utuh.

Sikap seperti ini, katanya, pernah dilakukan oleh umat terdahulu yang kemudian membuahkan kecaman keras. Pada surah Al-Baqarah ayat 78, Al-Qur`an menyebut mereka yang bersikap demikian sebagai "ummiyyan" (buta huruf), yang tidak mengerti kitab suci dan sumber ajaran agama dengan baik.

Kalaupun mengerti, katanya lagi, pemahaman mereka tidak didukung oleh bukti-bukti kuat, tetapi hanya sekadar dugaan, sehingga timbul keengganan. Kebutaaksaraan (ummiyyah) seperti ini tidak lagi hanya sebatas tidak bisa membaca dan menulis aksara, tetapi tidak memahami ajaran agama dengan baik dan benar.

Atas dasar itulah sejak semula Pemerintah Indonesia melalui Departemen Agama menaruh perhatian yang sangat besar terhadap keberadaan terjemah dan tafsir Al-Qurân dengan mengusahakan penyusunan Terjemah Al-Qurân maupun Tafsir Al-Qurân.

Namun perlu tetap disadari, tegasnya, bahwa terjemah Al-Qurân atau tafsir Al-Qurân, betapapun bagus dan sempurnanya, tetap bukanlah Al-Qurân itu sendiri dan tidak akan dapat sepenuhnya menggambarkan maksud pesan-pesan Allah.

Namun demikian, segala upaya untuk menghadirkan pesan-pesan tersebut dalam bentuk penafsiran perlu mendapat dukungan dan apresiasi. Dalam hal ini ia mendukung penuh upaya Lajnah Pentashihan Al-Qur`an untuk menyusun tafsir tematik yang diharapkan dapat memberikan jawaban terhadap berbagai persoalan yang dihadapi masyarakat dengan pendekatan Al-Qur`an.

"Melalui tafsir tematik tersebut diberharap dapat menghadirkan Al-Qur`an untuk berdialog bersama tentang berbagai persoalan," katanya.(ant/ts)
Sumber: depag.go.id

Menag: Jangan Jual Ayat al-Qur'an

Menteri Agama (Menag) Muhammad Maftuh Basyuni minta para calon anggota legislatif atau partai politik untuk menghindari penggunaan ayat-ayat Al-Qur`an dalam berkampanye sehingga ajaran agama yang sifatnya abadi dapat dijaga untuk kepentingan yang lebih luas lagi.

"Jangan ayat-ayat Al-Qur`an dijual," kata Maftuh di hadapan Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) Ulama Al-Qur`an di Cisarua, Bogor, Senin (23/3) malam. Pernyataan ini juga diulangi ketika membuka Rapat Kerja Daerah Kanwil Departemen Agama Jawa Barat di Ciloto. "Pemilu (pemilihan umum) ini hanya sesaat saja. Janganlah ayat-ayat Al-Qur`an dijual murah hanya sekedar menarik suara dalam pemilu ini," katanya menegaskan.

Menag mengakui, suhu politik menjelang pemilu legislatif dan pemilihan presiden semakin meningkat dan bila tidak dikelola dan disikapi secara arif akan menimbulkan banyak persoalan.

Gesekan antara berbagai kepentingan akan mudah sekali menyulut konflik di tengah masyarakat. Karena itu, Menag mengajak para ulama dan tokoh masyarakat untuk meneguhkan kembali tekad memelihara persatuan dan kesatuan dalam wadah persaudaraan sebangsa dan se-Tanah Air. "Pemilu ini kan hanya sesaat saja. Sementara ajaran Al-Qur`an itu adalah ajaran agama yang sifatnya abadi, yang tidak boleh dikorbankan begitu saja," katanya.

Pemilu hanyalah sebuah proses dan jalan untuk memakmurkan dan mensejahterakan rakyat. Maka sangatlah naif bila bangsa Indonesia terjebak dalam kemelut proses yang berkepanjangan, sementara tujuan yang sebenarnya terlupakan, katanya menambahkan.

Menag berharap persatuan dan kesatuan bangsa tidak tergadaikan oleh kepentingan pribadi dan kelompok. Sebagai bangsa wajib untuk menyukseskannya, sebab dibutuhkan sistem pemerintahan yang tangguh untuk menghadapi badai krisis keuangan global yang dampaknya akan semakin dirasakan oleh banyak kalangan di tahun 2009.

Para ulama hendaknya dapat menjadi pengayom masyarakat dan dapat membimbing masyarakat berdasarkan petunjuk-petunjuk Al-Qur`an.

Menag juga meminta kepada semua umat Islam Indonesia agar senantiasa mencermati Al-Qur`an yang beredar di Indonesia, baik dalam bentuk mushaf cetak maupun elektronik, ataupun dalam bentuk kutipan-kutipan agar terhindar dari kesalahan sekecil apapun.

Lantas lanjut Menag, apabila ditemukan sesuatu kesalahan penulisan, diharapkan masyarakat segera menyampaikannya kepada Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur`an atau Kantor Departemen Agama setempat. "Saya juga ingin mengingatkan agar jangan sampai Al-Qur`an dipakai untuk kepentingan-kepentingan sempit dan sesaat," katanya.

Dalam konteks pemilu yang semakin hangat dewasa ini, Menag juga mengingatkan jajaran Departemen Agama untuk menghindarkan diri dari kegiatan politik praktis. "Saya haramkan pegawai Departemen Agama ikut dalam politik praktis," tegasnya.
[EL, Ant] Sumber: Gatra Online