Thursday, July 5, 2007

Pemerintah Abai Rakyat Tergadai

D

alam Islam dikenal sebuah kaidah Ushul Fiqh yang menyebutkan “Tasharruf al-Imâm ‘Ala al-Arrâ’iyyah Manûthun bi al-Mashlahah”, yang artinya, kebijakan pemimpin atau pemerintah harus didasarkan atas tujuan atau orientasi untuk mensejahterakan rakyat. Karenanya, pemimpin dalam Islam sejatinya lebih berfungsi sebagai khâdimul ummah (pelayan masyarakat) dari pada sebagai penguasa.

Ini sedikit berbeda dengan realita kepemimpinan negeri ini. Entahlah kenapa pemimpin atau pengelola negeri ini di sebut pemerintah? Apakah sebutan ini dipilih karena memang pengelola negeri ini hanya bisa perintah sana perintah sini. Atau kenapa? Tetapi yang jelas kini semakin jelas bahwa pemerintah tidak berfungsi. Pemerintah gagal menjalankan tugasnya sebagai pengayom, pelayan dan pengelola negeri ini demi kesejahteraan rakyat banyak.

Indikasi kuat dari gagalnya pemerintah dalam menjalankan fungsinya adalah ketidakmampuannya dalam menyediakan kehidupan dan pekerjaan yang layak. Sehingga rakyat negeri ini berbondong-bondong menyerbu sumber-sumber ekonomi di luar negeri. Rakyat tahu betul kondisi perekonomian negeri ini. Mereka terpaksa kerja ke luar negeri agar tidak terlalu membebani negara. Sejatinya, mereka adalah pahlawan negara, yang dengan kucuran keringatnya mengalirkan devisa milyaran rupiah.

Dengan banyaknya rakyat yang menjadi TKI, pemerintah mendapatkan untung. Tetapi TKI sendiri banyak yang buntung. Kita semua sudah tahu, di media banyak diberitakan bahwa mereka yang bekerja untuk mengubah nasib malah pulang mengenaskan bahkan sampai hilang nyawa. Casingkem dan Watem adalah contoh mudah TKI asal Indramayu yang pulang mengenaskan. Masih banyak lagi nama-nama malang lainnya yang menjadi korban manipulasi, eksploitasi, penipuan, perkosaan, pelecehan seksual, tidak digaji, korban perdagangan orang dan kejahatan lainnya. Belakangan diberitakan bahwa Ceriyati, TKW asal Tegal di negeri Jiran, menjadi korban kekerasan majikannya.

Bagaimana tidak, Ceriyati yang miskin tidak datang dari Ethiopia yang tandus, tetapi dari Indonesia yang subur. Kemalangan nasibnya bukan karena kegagalan alam, tetapi akibat kegagalan pemerintah dalam mengelola negara.

Pun demikian, rakyat tetap tegar dan bertahan dengan berbagai cara. Diantaranya jika terpaksa harus jadi TKI. Mereka bukannya tidak tahu resiko dan bahaya apa saja yang mengancam buruh migran, tetapi karena tidak ada yang bisa diharapkan di tanah air. Resiko yang mereka hadapi sesungguhnya bukan resiko kerja biasa, tetapi karena tidak adanya perlindungan hukum dari pemerintah.

Dalam hal ini kentara sekali bahwa pemerintah memang abai. Padahal saat ini, pemerintah menargetkan pengiriman 5 juta buruh migran hingga 2009, tahun ini ditargetkan sebanyak 1 juta orang, dengan perhitungan satu orang buruh migran akan menghasilkan USD 100 per bulan. Jumlah resmi buruh migran Indonesia saat ini ada 400.000 orang. Akan tetapi, jumlah dalam kenyataan bisa mencapai 4-5 kali lipat angka resmi. Pemerintah mendapatkan keuntungan dengan mengirimkan buruh migran, akan tetapi pemerintah tidak serius dalam memberikan perlindungan keamanan dan hak-hak mereka.

No comments: